AUDITING LANJUTAN
CRITICAL REVIEW PSAK 19
Aktiva Tidak Berwujud
Dosen Pengampu :
M. Kuncoro Budi Santoso, SE., Ak., MM., CA., CPA., BKP
DI SUSUN OLEH
Nama : Nuryanti
16919003
Nama : Nuryanti
16919003
A.
PENDAHULUAN
Standar akuntansi merupakan salah satu hal yang penting dalam profesi dan
semua pemakai laporan keuangan baik internal maupun eksternal . Oleh karena
itu, mekanisme penyusunan standar akuntansi harus diatur sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang berkepentingan.
Standar akuntansi akan terus berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan
dan tuntutan masyarakat Standar akuntansi yang ada di Indonesia, yaitu
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) telah dikonvergensikan ke dalam
IFRS. Dalam kurun waktu 2008-2012 konvergensi dilakukan dengan cara mengurangi
perbedaan secara bertahap antara PSAK dan IFRS, sehingga pada akhirnya
pelaporan keuangan perusahaan publik akan menggunakan IFRS. Ketika hal tersebut
terjadi, Indonesia akan bergabung dengan 102 negara yang telah memperbolehkan
atau mengharuskan penggunaan IFRS untuk pelaporan keuangan.
sejalan dengan kesepakatan antar negara-negara yang bergabung dalam G-20
dimana Indonesia merupakan salah satu anggotanya yang memiliki tujuan untuk
menciptakan suatu standar akuntansi yang berkualitas yang berlaku secara
internasional. PSAK yang sebelumnya berkiblat pada Generally Accepted
Accounting Principles (GAAP), dalam konsep pengakuan dan pengukuran atas
item-item dalam pelaporan keuangan lebih menekankan prinsip biaya historis
sedangkan IFRS lebih menekankan pada prinsip fair value, suatu prinsip yang
sangat berbeda namun akan membawa dampak yang sangat signifikan.
B.
RINGKASAN
PSAK
19
Tujuan
Tujuan dari
Pernyataan ini adalah untuk menentukan perlakuan akuntansi bagi aset tidak
berwujud yang tidak diatur secara khusus pada standar lainnya. Pernyataan ini
mewajibkan entitas untuk mengakui aset tidak berwujud jika, dan hanya jika,
kriteria-kriteria tertentu dipenuhi. Pernyataan ini juga mengatur cara mengukur
jumlah tercatat dari aset tidak berwujud dan menentukan pengungkapan yang harus
dilakukan bagi aset tidak berwujud.
Keteridentifiasian dan manfaat ekonomis masa depan
Dalam definisi aset tidak
berwujud terdapat kriteria bahwa keteridentifikasian aset tidak berwujud harus
dapat dibedakan secara jelas dengan goodwill. Goodwill dalam
sebuah kombinasi bisnis diakui sebagai aset yang menggambarkan manfaat ekonomis
di masa depan yang muncul dari aset lain yang diakuisisi dalam kombinasi bisnis
tersebut yang tidak didefinisikan secara individual dan diakui secara terpisah.
Manfaat ekonomis di masa depan dapat dihasilkan dari sinergi antara aset
teridentifikasi yang diperoleh atau dari aset, yang secara individu, tidak
memenuhi syarat untuk pengakuan dalam laporan keuangan.
Suatu aset dikatakan dapat
diidentifikasi jika:
1. Dapat
dipisahkan, yaitu dapat dipisahkan atau dibedakan dari entitas dan dijual,
dipindahkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan, baik secara tersendiri
atau bersama-sama dengan kontrak terkait, aset atau liabilitas teridentifikasi,
terlepas dari apakah entitas bermaksud untuk melakukan hal tersebut; atau
2. Timbul dari
kontrak atau hak legal lainnya, terlepas dari apakah hak tersebut dapat
dialihkan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak-hak dan
kewajiban-kewajiban lainnya.
Manfaat ekonomis masa depan yang
timbul dari aset tidak berwujud dapat mencakup pendapatan dari penjualan barang atau
jasa, penghematan biaya, atau manfaat lain yang berasal dari penggunaan aset
tersebut oleh entitas. Misalnya, penggunaan hak kekayaan intelektual dalam
suatu proses produksi tidak meningkatkan pendapatan masa depan, tetapi menekan
biaya produksi masa depan
Pengakuan Dan Pengukuran
Dalam mengakui suatu pos sebagai
aset tidak berwujud, entitas perlu menunjukkan bahwa pos tersebut memenuhi:
1. Definisi aset tidak berwujud
(lihat paragraf 8–18); dan
2. Kriteria pengakuan (lihat
paragraf 21–23)
Persyaratan tersebut diterapkan
atas biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau mengembangkan secara internal
aset tidak berwujud dan biaya yang terjadi kemudian untuk menambahkan, mengganti
sebagian, atau memperbaiki aset tersebut.
Paragraf 25–32 berhubungan dengan
penerapan kriteria pengakuan untuk membedakan aset tidak berwujud, dan paragraf
33–42 diterapkan pada aset tidak berwujud yang didapatkan dalam kombinasi
bisnis. Paragraf 43 berlaku untuk pengukuran awal aset tidak berwujud yang
didapatkan dari hibah pemerintah, paragraf 44–46 mengenai pertukaran aset tidak
berwujud, dan paragraf 47–49 berhubungan dengan perlakuan goodwill yang
dihasilkan secara internal. Paragraf 50–66 berhubungan dengan pengakuan awal
dan pengukuran dari aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal.
Sifat dari aset tidak berwujud
adalah sedemikian, sehingga dalam banyak kasus tidak ada yang dapat ditambahkan
atas aset tidak berwujud atau bagian dari aset tidak berwujud. Sehubungan
dengan hal tersebut, kebanyakan pengeluaran selanjutnya digunakan untuk menjaga
manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari aset tidak berwujud yang sudah
ada, sehingga pengeluaran tersebut tidak dapat memenuhi definisi aset tidak
berwujud dan kriteria pengakuan dalam Pernyataan ini. Selain itu, seringkali
sulit untuk mengaitkan pengeluaran selanjutnya secara langsung terhadap aset
tidak berwujud tertentu namun lebih terkait dengan usaha (bisnis) secara
keseluruhan. Oleh sebab itu, jarang sekali terjadi pengeluaran
selanjutnya–pengeluaran yang diakui setelah pengakuan awal aset tidak berwujud
yang diperoleh atau setelah penyelesaian dari aset tidak berwujud yang
dihasilkan secara internal–diakui dalam jumlah tercatat sebuah aset. Konsisten
dengan paragraf 62, pengeluaran selanjutnya atas merek, kepala,surat kabar (mastheads),
judul publisitas, daftar pelanggan dan hal–hal yang memiliki kemiripan
substansi (baik diakui secara eksternal atau diperoleh secara internal) selalu
diakui dalam laporan laba rugi sesuai terjadinya. Hal ini disebabkan
pengeluaran tersebut tidak dapat dipisahkan dari pengeluaran untuk
mengembangkan bisnis secara keseluruhan.
Aset tidak berwujud harus diakui jika, dan hanya
jika:
1.
Kemungkinan besar entitas akan
memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut
2.
Biaya perolehan
aset tersebut dapat diukur secara andal.
Dalam menilai kemungkinan adanya
manfaat ekonomis masa depan, entitas harus menggunakan asumsi masuk akal dan
dapat dipertanggungjawabkanyang merupakan estimasi terbaik manajemen atas
kondisi ekonomi yang berlaku sepanjang masa manfaat aset tersebut. Dalam
menilai tingkat kepastian akan adanya manfaat ekonomis masa depan yang timbul
dari penggunaan aset tidak berwujud, entitas mempertimbangkan bukti yang
tersedia pada saat pengakuan awal aset tidak berwujud dengan memberikan
penekanan pada bukti eksternal.
Biaya Perolehan Aset Tidak Berwujud yang Dihasilkan
Secara Internal
Biaya perolehan aset tidak
berwujud yang dihasilkan secara internal sebagaimana dimaksudkan dalam paragraf
24 adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan sejak tanggal aset tidak berwujud
pertama kali memenuhi kriteria pengakuan sebagaimana diatur dalam paragraf 21,
22, dan 56. Paragraf 71 melarang pengeluaran yang diakui sebagai beban pada
laporan keuangan tahunan atau laporan keuangan interim periode sebelumnya untuk
diakui sebagai bagian dari biaya perolehan aset tidak berwujud.
Biaya perolehan aset
tidak berwujud yang dihasilkan secara internal terdiri atas seluruh biaya
terkait langsung yangdibutuhkan untuk membuat, menghasilkan dan mempersiapkan
aset tersebut sehingga siap untuk digunakan sesuai dengan cara yang dimaksudkan
oleh manajemen. Contoh-contoh dari biaya yang dapat diatribusikan adalah:
a)
Biaya bahan baku dan jasa yang
digunakan atau dikonsumsi dalam menghasilkan aset tidak berwujud
b)
Biaya perolehan imbalan kerja
(seperti yang diungkapkan dalam PSAK 24(revisi 2004): Imbalan Kerja)
yang timbul dalam menghasilkan aset tidak berwujud tersebut
c)
Biaya untuk
mendaftarkan hak legal
d)
Amortisasi paten dan lisensi yang digunakan untuk menghasilkan aset tidak
berwujud tersebut.
PSAK 26 (revisi 2008): Biaya
Pinjaman menetapkan kriteria untuk pengakuan bunga sebagai elemen biaya
perolehan aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal. Berikut hal–hal yang tidak termasuk dalam komponen biaya aset tidak
berwujud yang dihasilkan secara internal:
a)
Biaya penjualan, biaya
administrasi, dan biaya overhead umum lainnya, kecuali jika biaya tersebut
dapat secara langsung dikaitkan untuk menyiapkan aset tersebut untuk dapat
digunakan
b)
Inefesiensi yang teridentifikasi
dan kerugian operasi awal yang muncul sebelum aset memenuhi kinerja yang
direncanakan
c)
Pengeluaran
untuk pelatihan karyawan yang mengoperasikan aset.
Pengukuran
Setelah Pengakuan
Entitas harus memilih baik model
biaya pada paragraf 74 atau model revaluasi pada paragraf 75 sebagai kebijakan
akuntansinya. Jika suatu aset tidak berwujud dicatat dengan menggunakan model
revaluasi, semua aset lainnya dalam kelas tersebut harus dicatat dengan
menggunakan model yang sama, kecuali tidak ada pasar aktif untuk aset tersebut.
Sekelompok aset
tidak berwujud adalah sekelompok aset dengan sifat alami yang sama dan
digunakan dalam kegiatan operasi entitas. Aset-aset didalam sekelompok aset
tidak berwujud direvaluasi pada waktu yang bersamaan untuk menghindari
revaluasi aset secara selektif dan pelaporan jumlah dalam laporan keuangan yang
menggambarkan perpaduan biaya dan nilai aset pada tanggal yang berbeda.
1. Model Biaya.
Setelah pengakuan awal, suatu
aset tidak berwujud harus dinilai pada biaya perolehanya dikurangi oleh
akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian atas penurunan nilai.
2. Model Revaluasi.
Setelah pengakuan awal, suatu aset tidak berwujud harus dinilai atas
nilai revaluasinya, dicatat pada nilai pasar pada tanggal revaluasi dikurangi
nilai akumulasi penyusutan selanjutnya dan akumulasi kerugian penurunannilai
aset selanjutnya. Untuk tujuan revaluasi berdasarkan Pernyataan ini, nilai
wajar harus ditentukan dengan menggunakan referensi dari sebuah pasar aktif.
Revaluasi harus dilakukan secara rutin pada tiap akhir periode pelaporan
sehingga jumlah tercatat aset tidak memiliki perbedaan yang material dengan
nilai wajarnya.
Model revaluasi tidak memperbolehkan:
a) Revaluasi aset
tidak berwujud yang sebelumnya belum pernah diakui sebagai aset; atau
b) Pengakuan awal
aset tidak berwujud pada jumlah (tertentu) selain dari biayanya.
Penelaahan Periode Amortisasi dan
Metode Amortisasi
Periode amortisasi dan metode
amortisasi ditinjau setidaknya setiap akhir tahun buku. Jika perkiraan masa
manfaat aset berbeda secara signifikan dengan estimasi–estimasi sebelumnya,
periode amortisasi harus disesuaikan. Jika terjadi perubahan yang signifikan
dalam perkiranan pola konsumsi manfaat ekonomis dari aset, metode amortisasi
harus diubah untuk mencerminkan pola yang berubah tersebut. Perubahan tersebut
harus dicatat sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK 25 (revisi
2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan.
Pada saat tertentu di sepanjang
umur suatu aset tidak berwujud, mungkin timbul indikasi bahwa estimasi masa
manfaat aset tersebut kurang tepat. Misalnya, pengakuan kerugian atas penurunan
nilai dapat mengidikasikan bahwa periode amortisasi perlu dirubah.
Seiring berjalannya waktu, pola
manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan mengalir ke entitas dari suatu aset
tidak berwujud dapat berubah. Misalnya, dapat timbul indikasi bahwa metode
amortisasi saldo menurun ternyata lebih tepat jika dibandingkan dengan metode
garis lurus.
Contoh lainnya adalah apabila
penggunaan hak yang diperoleh melalui suatu lisensi ditangguhkan menunggu
tindakan/putusan pada komponen lainnya dari suatu rencana usaha, manfaat
ekonomis yang timbul dari aset tersebut mungkin tidak diterima hingga periode
berikutnya.
Aset Tidak Berwujud Dengan Masa Manfaat
Tak Terbatas
Suatu aset tidak berwujud dengan
masa manfaat tak terbatas tidak boleh diamortisasi. Sesuai dengan PSAK
48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset, suatu entitas disyaratkan untuk
menguji aset tidak berwujud dengan masa manfaat tak terbatas untuk penurunan
nilai dengan membandingkan jumlah terpulihkan dengan jumlah tercatatnya baik
setiap tahun; dan Kapanpun apabila terdapat indikasi bahwa aset tidak berwujud
mengalami penurunan nilai.
Pemulihan Kembali Jumlah Tercatat–Rugi Penurunan Nilai
Untuk menentukan apakah suatu
aset tidak berwujud mengalami penurunan nilai, entitas menerapkan PSAK 48 (revisi
2009: Penurunan Nilai Aset. Pernyataan tersebut menjelaskan kapan dan
bagaimana suatu entitas menelaah jumlah tercatat aset, bagaimana menentukan
jumlah terpulihkan suatu aset dan kapan entitas mengakui atau membalik kerugian
penurunan nilai.
Penghentian Dan
Pelepasan
Suatu aset tidak berwujud harus dihentikan pengakuannya bila:
1. Dalam (proses)
pelepasan; atau
2. Ketika tidak
terdapat lagi manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan
atau pelepasannya.
Keuntungan atau kerugian muncul
dari penghentian pengakuan suatu aset tidak berwujud harus ditetapkan sebagai
perbedaan antara nilai bersih pelepasan (jika ada) dan nilai wajar aset. Hal
tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi ketika aset dihentikan pengakuannya
(kecuali PSAK 30 (revisi 2007): Sewa mengecualikan hal tersebut seperti dalam
sebuah penjualan dan penyewaan kembali). Keuntungan tidak boleh diakui sebagai
pendapatan. Pelepasan suatu aset tidak berwujud dapat dilakukan dengan berbagai
cara (contohnya, melalui penjualan, melalui sewa pembiayaan, atau
disumbangkan). Dalam menentukan tanggal penghapusan aset seperti itu, suatu
entitas menerapkankriteria dalam PSAK 23 (revisi 2009): Pendapatan untuk
mengakui pendapatan dari penjualan barang. PSAK 30 (revisi 2007): Sewa diterapkan
pada penghapusan dengan cara penjualan dan sewa kembali
Sesuai dengan prinsip pengakuan
dalam paragraf 21, jika suatu entitas mengakui biaya penggantian sebagian dari
aset tidak berwujud ke dalam jumlah tercatat aset tidak berwujudnya, maka
entitas juga menghentikan pengakuan jumlah tercatat dari bagian yang diganti,
Jika tidak praktis bagi entitas untuk menentukan nilai wajar bagian sebuah aset
yang diganti tersebut, entitas boleh menggunakan biaya proses penggantian sebagai
indikator berapa nilai perolehan dari bagian pengganti pada saat pengganti
tersebut diperoleh atau di kembangkan secara internal.
Pada kasus perolehan kembali hak dalam suatu kombinasi bisnis, jika
selanjutnya hak diterbitkan kembali (dijual) ke pihak ketiga, jumlah tercatat
terkait, jika ada, harus digunakan dalam menentukan keuntungan atau kerugian
saat penerbitan ulang.
Imbalan yang dapat diterima pada
saat penghapusan suatu aset tidak berwujud diakui pada awalnya sesuai dengan
nilai wajarnya. Jika pembayaran untuk aset tidak berwujud tersebut
ditangguhkan, maka imbalan yang diterima diakui sesuai (equivalent)
dengan harga tunai. Perbedaan antara jumlah nominal dari imbalan dan harga
tunai equivalen diakui sebagai pendapatan bunga sesuai dengan PSAK 23 (revisi
2009): Pendapatan yang menggambarkan penghasilan pada piutang. Amortisasi
suatu aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas tidak berakhir jika aset
tersebut tidak lagi digunakan, kecuali aset tersebut sudah sepenuhnya
disusutkan atau digolongkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual (atau
termasuk dalam sekelompok aset lepasan yang digolongkan sebagai aset dimiliki
untuk di jual) sesuai dengan PSAK 58(revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang
Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
C.
Critical PSAK
19
Menurut pendapat
penulis masa manfaat tak terbatas untuk jumlah aset tidak terwujud sebaiknya tidak
digunakan. Karena cukup dengan aturan terbatas mungkin bagi entitas akan lebih
jelas Sehingga bisa diungkapkan tingkat amortisasi yang digunakan atau masa
manfaatnya. Cara
akuisisi ( manner of acquisition ). Amortisasi kebanyakan merupakan biaya usaha
dan jarang digolongkan ke dalam harga pokok produksi, kecuali merk dagang yang
memang digolongkan ke dalam kelompok harga pokok penjualan. Amortisasi lebih
baik jika dihitung menggunakan metode garis lurus saja, karena pada dasarnya
intangible asset tidak dipengaruhi, bahkan tidak ada hubungannya dengan output
produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Aktiva tak berwujud
dapat diperoleh dengan cara membelinya dari entitas lain. Seperti membeli
wiralaba atau paten dari orang lain.Tetapi
menurut pendapat penulis sebaiknya aturan untuk membeli dari entitas lain tidak
harus dilakukan, sehingga para entitas lebih kreatif untuk mempunyai suatu yang
unik
, contohnya adalah paten dan merek dagang. Hal ini dapat memberikan value kepada entitas yang
nantinya akan diwariskan untuk para karyawan dimasa yang akan datang.
REFRENSI
DSAK Ikatan Akuntan
Indonesia (2016). PSAK 19 Aset Tidak Berwujud. Jakarta: Dewan Standar Akuntansi
Keuangan
Epstein, B. J.,
& Jemakowicz., E, K. (2007). Interpretation and Apllicationof IAS. New
York: John Wiley & Sons.
Caesars casino review - DRMCD
BalasHapusCaesars Casino 구리 출장마사지 Review: From welcome bonuses to 성남 출장마사지 casino 정읍 출장마사지 has a 공주 출장안마 ton of slots and casino games, and the player's favorite live 남양주 출장샵 dealer games,